PORTALTOPIC
Pendahuluan
Puasa Ramadhan adalah salah satu ibadah wajib bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat. Salah satu rukun utama puasa adalah niat, yang harus dilakukan sebelum waktu fajar. Namun, muncul pertanyaan yang sering diperdebatkan: apakah niat puasa Ramadhan harus dibaca setiap malam atau cukup sekali di awal bulan?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan penjelasan mengenai hal ini berdasarkan pandangan para ulama dan mazhab-mazhab fiqih yang ada. Artikel ini akan mengupas tuntas perbedaan pendapat tersebut, serta bagaimana umat Islam di Indonesia sebaiknya menyikapinya.
Pandangan Mazhab tentang Niat Puasa
1. Mazhab Syafi’i: Niat Harus Dibaca Setiap Malam
Mayoritas umat Islam di Indonesia mengikuti mazhab Syafi’i, yang berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan harus diperbarui setiap malam sebelum fajar. Dalil yang digunakan adalah hadis Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Berdasarkan hadis ini, mazhab Syafi’i menekankan pentingnya niat sebagai bagian dari ibadah. Niat bisa diucapkan atau cukup dalam hati, tetapi harus dilakukan setiap hari agar puasa sah.
Lafaz niat yang biasa digunakan:
“Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i fardhi syahri Ramadhana hadzihis sanati lillahi ta’ala.”
Artinya: “Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala.”
2. Mazhab Maliki: Cukup Sekali di Awal Bulan
Berbeda dengan mazhab Syafi’i, mazhab Maliki berpendapat bahwa niat puasa Ramadhan cukup dilakukan sekali di awal bulan untuk mencakup seluruh hari puasa. Pendapat ini didasarkan pada pandangan bahwa puasa Ramadhan adalah satu kesatuan ibadah yang berkelanjutan, sehingga cukup dengan satu niat di awal bulan.
Lafaz niat dalam mazhab Maliki:
“Nawaitu shauma jami’i syahri Ramadhana hadzihis sanati fardhan lillahi ta’ala.”
Artinya: “Aku niat berpuasa di sepanjang bulan Ramadhan tahun ini, wajib karena Allah Ta’ala.”
Pandangan ini memberikan kemudahan bagi mereka yang khawatir lupa berniat setiap malam.

Pendapat MUI dan Relevansinya bagi Umat Islam di Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengakui adanya perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab fiqih. MUI tidak mewajibkan satu pendapat tertentu, tetapi menyerahkan kepada umat Islam untuk memilih sesuai dengan keyakinan dan mazhab yang diikuti.
Di Indonesia, karena mayoritas mengikuti mazhab Syafi’i, kebiasaan yang dianjurkan adalah membaca niat puasa setiap malam. Namun, bagi mereka yang lupa atau tertidur sebelum sempat berniat, niat sekali di awal bulan menurut mazhab Maliki bisa menjadi solusi.
Dampak dan Implikasi bagi Umat Islam
1. Memahami Esensi Niat
Niat bukan hanya sekadar bacaan, tetapi juga bentuk kesadaran dan keteguhan hati dalam menjalankan ibadah. Oleh karena itu, baik mengikuti mazhab Syafi’i maupun Maliki, yang terpenting adalah niat yang tulus dan sungguh-sungguh dalam berpuasa.
2. Praktik di Masyarakat
Di Indonesia, masyarakat lebih terbiasa dengan pembacaan niat setiap malam setelah shalat tarawih atau saat sahur. Tradisi ini membantu menjaga kesadaran spiritual dan meningkatkan kedisiplinan dalam ibadah.
Bagi mereka yang merasa kesulitan atau khawatir lupa, boleh mengikuti mazhab Maliki dengan berniat sekali di awal bulan. Namun, tetap dianjurkan untuk memperbarui niat setiap malam demi menjaga kehati-hatian.
Kesimpulan
Perbedaan pendapat mengenai niat puasa Ramadhan mencerminkan kekayaan fiqih Islam. Mazhab Syafi’i mewajibkan niat setiap malam, sedangkan mazhab Maliki membolehkan niat sekali di awal bulan. MUI memberikan kebebasan bagi umat Islam untuk memilih sesuai keyakinan mereka.
Yang terpenting adalah memahami esensi niat sebagai bagian dari ibadah, menjaga keikhlasan, dan memastikan bahwa puasa dilakukan dengan penuh kesadaran. Dengan memahami hal ini, umat Islam dapat menjalankan ibadah puasa dengan lebih khusyuk dan sesuai dengan ajaran Islam.